05 October 2011

My 8th Wedding Anniversary


8 tahun usia pernikahan mungkin orang bilang usia pernikahan yang masih se-umur jagung, mungkin belum terasa pahit dan getirnya badai rumah tangga. Namun tidak bagi saya, 8 tahun usia pernikahan saya merupakan 8 tahun yang penuh dengan cobaan, iya... penuh dengan cobaan. Setelah menikah kami harus hidup mandiri, jauh dari bimbingan orang tua, jauh dari saudara, karena harus meninggalkan kampung halaman untuk kembali bertugas di KPPN Timika, Papua. Kami sepasang suami istri dengan usia belia, dipaksa untuk hidup di daerah terpencil dengan cobaan hidup yang tidak pernah dibayangkan sebelumnya, kesulitan untuk mendapatkan air bersih, harga kebutuhan pokok yang mahal, suasana lingkungan sosial yang masih baru dan kurang kondusif, serta ancaman penyakit malaria yang siap menyerang setiap saat. Kami coba untuk bertahan, namun saat bulan ke delapan istri saya pun tak sanggup lagi menjalani hidup yang serba susah di timika, dan karena kasihan akhirnya istri saya titipkan kepada mertua di Jakarta.

Dan mulailah kami hidup berjauhan, istri di Jakarta dan saya di timika, inilah saat-saat yang berat untuk kami jalani, setiap hari didera rasa kangen yang melanda, setiap hari harus merasakan rindu yang amat berat, sementara pada saat itu komunikasi masih sangatlah mahal harganya, sekali beli pulsa 100 ribu hanya bisa dipakai untuk 1 sesi pembicaraan. Waktu terasa berat dan lama untuk kami lewati, mencoba bertahan dan bersabar atas ujian hidup berumah tangga yang mungkin jarang dialami oleh pasangan muda se-usia kami. Setelah penantian yang cukup lama, setelah hampir 4 tahun hidup terpisah akhirnya secercah harapan datang juga, sebuah surat keputusan memindahkan saya untuk pindah tugas ke Samarinda, kalimantan timur.
Di Samarinda, akhirnya kami bisa berkumpul kembali dan merasakan hidup layaknya sepasang suami istri yang normal, dan dalam waktu yang tidak terlalu lama setelah kami bisa berkumpul kembali, akhirnya di usia 4 tahun perkawinan kami, Allah meng-anugrahi seorang bidadari kecil, se-orang anak yang telah lama kami nanti-nanti. Selama hampir 5 tahun hidup di samarinda, banyak lah pula suka dan duka dalam rumah tangga yang kami alami, terpaan badai dan gelombang kadang-kadang muncul menerpa biduk rumah tangga yang kami jalani. Tuntutan berbagai kebutuhan hidup yang meningkat mendera sisi financial rumah tangga kami, harga sewa rumah yang tinggi di samarinda apalagi tanpa subsidi dari pemerintah, sangatlah mengacaukan anggaran kami, yang kadang menimbulkan stress yang berujung pada pertengkaran. Namun dari pertengkaran demi pertengkaran selalu ada hikmah yang bisa kami petik dan menjadi pelajaran bagi kami berdua, dan memang demikianlah adanya hidup berumah tangga, karena nakhoda yang handal tidaklah datang dari laut yang tenang, nakhoda yang handal terlahir karena pernah mengalami ancaman badai dan terpaaan gelombang.

Dan kini, sampailah kami pada usia pernikahan kami yang ke-delapan, untuk merayakannya, tidaklah mampu saya menghadiahkan kepada istri saya cincin emas apalagi intan berlian, tidak ada juga makan malam romantis dengan candle light.... yang ada hanya ucapan syukur kami kepada Allah, karena telah menjaga keutuhan rumah tangga kami, yang telah memberikan ujian untuk pendewasaan hidup kami, dan kami berdoa agar kiranya kami dapat melangkah ke depan, dan menjalani hidup berumah tangga dengan lebih baik lagi... amien....

0 comments: